Kumandang Teyosupi (Tahun 10: Hlm. 433–448), Swastika, 1931, #503
1. | Kumandang Teyosupi (Tahun 03: Hlm. 001–016), Swastika, 1923, #503. Kategori: Koran, Majalah dan Jurnal > Kumandang Teyosupi. |
2. | Kumandang Teyosupi (Tahun 03: Hlm. 053–068), Swastika, 1923, #503. Kategori: Koran, Majalah dan Jurnal > Kumandang Teyosupi. |
3. | Kumandang Teyosupi (Tahun 04: Hlm. 025–040), Swastika, 1924, #503. Kategori: Koran, Majalah dan Jurnal > Kumandang Teyosupi. |
4. | Kumandang Teyosupi (Tahun 04: Hlm. 101–116), Swastika, 1924, #503. Kategori: Koran, Majalah dan Jurnal > Kumandang Teyosupi. |
5. | Kumandang Teyosupi (Tahun 04: Hlm. 125–144), Swastika, 1924, #503. Kategori: Koran, Majalah dan Jurnal > Kumandang Teyosupi. |
6. | Kumandang Teyosupi (Tahun 09: Hlm. 001–016), Swastika, 1930, #503. Kategori: Koran, Majalah dan Jurnal > Kumandang Teyosupi. |
7. | Kumandang Teyosupi (Tahun 09: Hlm. 029–044), Swastika, 1930, #503. Kategori: Koran, Majalah dan Jurnal > Kumandang Teyosupi. |
8. | Kumandang Teyosupi (Tahun 09: Hlm. 085–098), Swastika, 1930, #503. Kategori: Koran, Majalah dan Jurnal > Kumandang Teyosupi. |
9. | Kumandang Teyosupi (Tahun 09: Hlm. 157–172), Swastika, 1930, #503. Kategori: Koran, Majalah dan Jurnal > Kumandang Teyosupi. |
10. | Kumandang Teyosupi (Tahun 10: Hlm. 408–432), Swastika, 1931, #503. Kategori: Koran, Majalah dan Jurnal > Kumandang Teyosupi. |
11. | Kumandang Teyosupi (Tahun 10: Hlm. 433–448), Swastika, 1931, #503. Kategori: Koran, Majalah dan Jurnal > Kumandang Teyosupi. |
Pencarian Teks
Lingkup pencarian: teks dan catatan-kakinya. Teks pencarian: 2-24 karakter. Filter pencarian: huruf besar/kecil, diakritik serta pungtuasi diabaikan; karakter [?] dapat digunakan sebagai pengganti zero atau satu huruf sembarang; simbol wildcard [*] dapat digunakan sebagai pengganti zero atau sejumlah karakter termasuk spasi; mengakomodasi variasi ejaan, antara lain [dj : j, tj : c, j : y, oe : u, d : dh, t : th].
Taun X No. 10 October 1931.
Hoofdredacteur:R.M. Partowirojo.
REDACTEUREN:R.NG. DOETODILOGO, R. KOESOEMODIHARDJO, M.NG. SOEJARTO, R.TR. SOEMODIHARDJO.
Semua di Surakarta.
[Grafik]
SATVAN NA'STI PARO DHARMAH.
KOEMANDANG THEYOSOFIE. TAMAN KASUNYATAN.
Administratie:R. SOEMADIPOERO.
Surat-surat untuk atministratie, dan pembayaran lengganan dialamatkan pada Atministratie Koemandang Theosofie p/a Loge Theosofie Solo.
Dikeluarkan tiap-tiap bulan oleh LOGE THEOSOFIE DI SOLO. Harga lengganan 1 tahun buat Indonesia f 4.- luar Indonesia f 5.-.
SUKA BERKATA BENAR (NYATA).
Koran. O, kamu, yang percaya, tunduklah pada Allah dan sukalah berkata yang sebenarnya. Sunggu, Allah memberi pahala padha kebajikan siapa, yang suka berkata benar.
Volkswijsheid. Hendaklah kamu senantiasa suka berkata sebenarnya, kerena suka berkata yang nyata (yakin) itu menuntun pada ketulusan, keiklasan serta keheningan hati dan kelurusan, dan semua ini menuntun pada sorga.
Suka berkata yang sebenarnya itu memberi ketentraman pada hati.
Agamanya saseorang manusia itu ta'kan dapat jadi baik, selama hatinya tidak suci dan ta'dapat menjadi suci, semala lidahnya itu tidak suci.
Pegangilah olehmu akan kenyataan (waarheid), meski ia boleh jadi merugikan kamu dan jauhkanlah dirimu dari pada dusta (tidak yakin), meski iya boleh jadi membawa kebruntungan padamu juga.
Hanyalah jika orang berkata yang sabenarnya (nyata) dan bekerja yang sesuai dengan kenyataan, dapatlah orang itu sempurna.
Peri bahasa kenyataan (keyakinan) itu pedangnya Allah, yang selamanya membelah ditengah-tengah, apabila pedang itu memukul.
Kenyataan itu bersenjata tanduk.
Kenyataan itu melindungi orang untuk bilahi.
Kedustaan itu boleh juga melindungi orang untuk duka-cita atau kesusahan, tetapi kenyataan melindungi orang lebih banyak pula untuk hal itu.
Kalau kamu berkata, hendaklah yang yakin (benar), dan kalau kamu berbuat hendaklah yang halus.
Seorang bodoh yang nyata ada lebih baik dari pada seorang pandai yang dusta (palsu).
Adalah dua macam dari suka berkata yang sebenarnya itu, dan yang paling bagus sendiri daripada kedua-duanya itu, ialah yang dapat membikin kerugianmu. (Ertinya suka menolong lain orang T.S.).
Kalau orang mau gambarkan keyakinan dan kedustaan, hendaklah orang membayangkan dia sebagai saekor singa yang buas dan saekor kancil yang cerdik menipu daya.
Lebih baik mati sebagai orang yang suka berkata benar dari pada hidup selaku pendusta (penipu).
Arabische Wijsheid.
__________
--- 434 ---
PENERANGAN DI JALAN.
Udara terang benar ta' ada awan.
Matahari panasnya bukan buatan.
Tanah kering debunya berhamburan.
Di jalan itulah aku lalu zonder kawan.
Ta' ada makhluk bergembira di itu jalan.
Melainkan ratap tangis serta pengeluhan.
Ta' ada tanda yang menjadi penunjuk jalan.
Hanya hidup yang menjadi penerangan.
Sudara-sudaraku yang tercinta.
Ketahuilah wahai sudara-sudara, bilamana kita hendak memperoleh jalan ke bahagia, peganglah itu obor (penerangan) yang tersimpul dalam hati kita masing-masing, ialah hidup kita sendiri, yang benar-benar cinta pada kita, baik kita masih punya beberapa pikul karma, maupun kita sudah bersih ta' mempunyai karma, tetapi hiduplah yang senantiasa mengikut kita menjadi penunjuk jalan dan penerangan di jalan mana saja yang kita lalui. Hidup itu cinta benar pada kita, meskipun kita di dalam kesengsaraan atau di dalam kebruntungan, tetapi ia selalu mengikut kita dan suka terus dan tetap menjadi bahagian kita, turut pergi kemana-mana, mulai kita jadi delfstoffen sehingga jadi manusia dan akhirnya pulang balik pada semuderanya hidup yang maha besar, ya hidup kita sendiri itulah yang menjadi penuntun kita, jadi bagian kita sendiri, jadi penerangan kita pun jadi tujuhan kita juga, sehingga kita dapat menduduki astana bahagia yang baka. Ia tidak segan campur karma dengan kita, kerana dimana-mana ia ada, ia halir dalam semua benda. Hidup itulah meliputi segala semesta alam dan tersimpan dalam segala wujud. Hidup itulah yang menghidupi Tuhan (Allah), guru, dewa (malaikat), kewan, tambang, tumbuh-tumbuhan, jin, saitan d.l.l.s. jadi hidup itulah yang harus kita muliakan, kita cahari di dalam Heiligdom dari hati kita masing-masing, bukan ditempat-tempat yang dipersucikan orang, yang harus kita jalani dengan berlayar jau, atau mendaki kepuncaknya gunung, ke danau-danau atau kali-kali dan sebagainya. Perlu apakah kita misti mempertuhan pada selainya hidup? Hidup menjadi segala bagiannya yang ada, baik Allah, guru, dewa (malaikat), maupun jin, saitan dan segala yang tergelar di segala alam-alam, mulai alam yang halus hingga yang kasar. Semua itu dihidupi oleh Ia. Kalau semua itu tidak mempunyai bahagian yang disebut hidup itu, maka semua tadi ta' kuasalah berada.
Hidup menjadi kepunyaan siapa juga, baik orang-orang Kristen, Islam, Hindu, Budha, Zain, Zoroaster danmanusia bangsa apa saja, maupun makhluk yang rendah sekalipun juga, sehingga [se...]
--- 435 ---
[...hingga] Allah atau Tuhan, guru dan dewa, jin dan saitan atau lain-lain lagi, semua itu ada hak buat mempunyai hidup itu tadi. Jadi terang sekali bahwa "hidup" itu tidak dapat dimonopoli oleh siapa saja, tetapi benar-benar buat umum, kerana segala benda dan segala wujud apa saja, sama merasai mempunyai itu, dan mereka ta' dapat membayangkan dalam fikirannya, seperti apakah hidup itu, tetapi percaya yang hidup itu ada, dan mereka itulah saling berasa hidup juga.
Kalau begitu ertinya "hidup" ini luasnya sudah tidak memakai perbatasan lagi dan meliputi juga akan segala apa yang dianggap ke-Tuhanan oleh sekalian manusia. Baik orang menyembah pada Allah, maupun pada deva, guru, Sri Kresna, Brahma, Wisnu, Siwa, Christus, Budha, atau batu-batu sekalipun juga, semua itu datang (sampai) juga pada hidup, kerana tiada benda atau keadaan di segala semesta alam ini yang tidak kelelap dalam semuderanya hidup.
Teranglah bahwa "hidup" itu satu ke-Esaan yang gampang sekali disaksikan orang, dan orang pun ta'kan ragu-ragu lagi buat mengakui kabenaran dari persatuan atau Ke-Esaan hidup itu, kerana tidak saja kita hendak bilang atau mengakui bahwa hidup itu hanya ada pada kita manusia, tetapi juga ada pada binatang, tumbuh-tumbuhan, delfstoffen dan segala makhluk lainya juga.
Kalau dunia sudah dapat saksikan kabenaran dari Ke-Esaan hidup ini, maka berbahagialah dunia dan sejahteralah segala makhluk, oleh karena dunia tidak lagi-lagi berebut kebagusannya ke-Tuhanan yang disembahnya dan tidak lagi-lagi berbesar hati sebab Tuhanlah yang disembahnya, dan tidak lagi-lagi berebut kebagusannya Ketuhanan yang disembahnya, dan tidak lagi-lagi berbesar hati sebab dipuji-puji oleh lain orang atau bersedih of marah-marah lantaran dicela oleh lainorang.
Satelah kita insaf bahwa hidup itu menjadi bahagian kita juga, tersimpan dalam kita punya diri, perlu apakah kita mencahari hidup yang ada dalam lain benda, guna apakah kita memuja berhala atau menyembah-nyembah lain keadaan yang ada di luar kita? Apakah itu tidak nama buang tempo? Tidakah kita cari saja atau kita temukan hidup itu dalam diri kita sendiri? Toh inilah jalan yang paling dekat, dan untuk membuka kepercayaan pada diri sendiri, yang di dalam berjalan mencahari dia itu, kita akan tumbuh keberanian dari sedikit buat berjalan sendiri, zonder tuntunan dari paksaan lain orang, yang kejadiannya lebih cepat juga kemajuan kita, daripada senantiasa bersandar pada pendapatan lain orang, yang ta' dapat menghilangkan ketakutan atau kesamaran (was-was) dan segala kesangsingan itu.
Hidup itu keyakinan, kenyataan atau kasunyatan. Kasunyatan (waarheid) itu cinta kasih. Tetapi cinta kasihnya keyakinan itu adil, bukan cinta kasihnya hawa napsu, yaitu cinta kasih yang masih berat sebelah, yang terbit dari watak "aku suka sama ini" dan "aku tidak suka sama itu".- bukan semua permintaan anaknya kudu diturut itu yang bernama cinta atau kasih sayang, bukan tiap-tiap penghampura itu boleh dibilang cinta, tetapi ialah
--- 436 ---
orang yang mengerti caranya menolong kemajuan lain orang dan tahu akan kedudukan kewajibannya serta dapat membedakan antara hal ikhwal yang berhubung atau mengenai pada keperluan diri sendiri dengan hal-ikhwal yang berhubung atau mengenai pada kaperluan umum, itulah duduknya kecintaan yang benar.
Cinta kasihnya keyakinan (hidup) itu cuma boleh didapat, setelah orang kuasa menaklukkan wataknya badan-badan atau hawa nafsunya, baik wataknya badan jismani, keinginan (khewani) dan badan fikirannya (Verstands-lichaam). Semua ini kudu ditaklukan, supaya kita dapat menggunakan cinta kasih pada sesama makhluk yang timbang (adil). Bukan orang yang menangis mengetahui kesengsaraan itu boleh dikata cinta, tetapi menolong kemajuan jiwanya orang itu dengan pengatahuan, yang supaya ia keluar dari rasa kesengsaraannya itulah duduknya kecintaannya. Tidak cuma dapat memberi makan atau uang d.l.l.s. pada stoffelijk-lichaamnya orang itu sajalah yang boleh dibilang cinta, tetapi yang lebih perlu itulah memberi makan pada jiwanya orang itu dengan pengatahuan (ilmu) yang yakin, supaya ia tidak lari di medan pertentangan dari kehidupanya sehari-hari dengan pengertian, hingga akhirnya dapat menaklukkan segala yang dusta menjadi budaknya, kemudian ia ta'kan menolak dan memilih dalam positie keduniaan yang bagaimana juga. Ia kuat benar berdiri dalam semuderanya paracidera (bechoogeling) dunia, ia benar-benar dapat menaklukan paracidera itu, sehingga ia tidak saja berani hidup meskin, tetapi juga berani hidup kayaraya, kerana ia toh tidak lagi akan dapat diperdayakan oleh paracidera itu, yang dulu begitu dipuji-puji atau disembah-sembah seperti berhala.
Cinta yang sebenarnya itulah bukan berwujud suara ataupujian yang cocok dengan hawa nafsunya. Penjilat pantat itulah bukan orang yang sebenarnya menyayang atau mencinta, tetapi malah sebaliknya, yaitu menjadi pengrusak pada yang dijilatinya. Bukannya semua sahutan dengan "ya tuanku" atau "benar tuanku" atau segala kahendakku, boleh dibilang itu orang yang cinta pada diriku. Kacintaan yang benar kadang-kadang terlahir sebagai suara yang tak nyaman didengarkan pada telinga, sebagimana halnya Sang Widura yang jujur memberi nasihat pada kakanya, ya'ni Sang Dritharastra yang buta hatinya, dan yang selalu minta dengar suara pujian yang manis-manis saja dari Brahmana Kanika c.s. yang akhirnya malah menjerumuskan diri baginda sendiri dengan segala keluarganya.
Orang yang masih gemar dipuji-puji atau tidak suka dicela, sudah tentu orang itu akan alamkan sesuatu kejadian yang bikin dia jadi menesel. Bukan semua yang dikira menjadi rintangan atau halangan atas kehendaknya itu bolih dibilang sesuatu lawanan yang hendak merusak atau merugikan kabruntungannya. Tetapi orang harus ingat juga bahwa zonder lawanan orang ta'kan maju atau jadi sempurna pekerjaannya, asal saja itu rintangan tidak dianggap musuh, karena hidup tidak bermusuhan, tetapi persatuan.
--- 437 ---
Kalau orang sampai ada anggapan musuh pada itu keadaan yang kelihatannya sebagai lawannya atau yang merintanginya, sudah tentu orang nanti jadi marah, dan ada kehendak mau membalas dendam serta menentang padanya. Kemarahan menerbitkan kepetengan hati, dan kalau orang sudah petang hatinya, tentu segala pekerjaannya tidak baik, kerana tidak berdasar penerangannya akal budi yang jernih, sedang terbitnya penerangan akal budi itu, kalau orang hatinya tentrem dan tidak marah. Kapan kita sudah ada kemarahan, hendak balas memusuhin pada apa yang kita anggap musuh itu tadi, itulah kita terlibet di dalam keadaan yang kita anggap jadi halangan itu, yang pada hakekatnya kita jadi musuh pada diri kita sendiri atau kita jadi merintangi pada kemajuan kita sendiri. Baik dan jahat, aktie dan reaktie, itulah babarannya hidup yang menjadi alat untuk kemajuan kemenusiaan dan sudah tidak dapat disingkiri lagi. Cuma saja cara melayaninya pada dua keadaan itulah tidak sama. Orang jangan sampai menurut pada geraknya kejahatan, tetapi itu kejahatan jadikanlah alat yang harus diinjaknya, sebagaimana tanah yang keras itu untuk menahankan jejak kaki kita buat berjalan maju lebih jauh. Kalau didunia tidak ada tanah keras yang dapat mempertahankan jejakan kaki orang atau terputernya roda kendaraan, yang rupanya seperti menghalangi jalannya, sudah tentu orang atau semua kendaraan, sepertiroda angin d.l.l.s. itu tak kan dapat berjalan maju lebih jauh. Kalau kita suka memandang pada hidup, tidak hanya memandang pada wujud kelahirannya yang menyelubungkan hidup saja, maka segala yang kita anggap lawanan itulah sebenarnya pertolongan yang datang dari kodrat, yang menyuruh pada manusia, supaya orang jangan kepalang tanggung, jika melakukan sesuatu pekerjaan yang dijabatnya, tetapi harus dikerja sehingga sempurnanya, dengan pertolongannya keadaan yang rupanya seperti menghalangi jalannya itu. Umpama kali-kali itu tidak sering kali banjir, hingga membikin kerusakan pada sawah-sawah, atau tempo-tempo bikin hanyutnya jembatan-jembatan serta merobohkan beberapa rumah, sudah tentu sampai sekarang orang belom terbuka kepandaiannya tentang ilmu waterbouwkunde, dan tidak kedapatan juga adanya beberapa insinyur-insinyur irigatie d.l.l.s. Kalau orang-orang yang bercucu tanam itu tidak seringkali mendapat halangan dari adanya berbagai-bagai omo (penyakitnya tumbuh-tumbuhan), yang merugikan pada hasilnya, sudah tentu sampai sekarang kita belum bisa dapat adanya sekolah-sekolah landbouw (tani) dan adanya beberapa arifin-arifin yang pandai tentang ilmu pertanian, ilmu kimia, ilmu hitung, natuurkunde d.l.l.s. Demikianlah dengan lain-lain keadaan juga.
Semua itu jika dipandang dari hidup, tidak ada keadaan di dunia yang tidak turut, semua telah teratur begitu baik dan cermat, sehingga tidak ada celanya pula untuk lapang perlombaan dari kemajuan jiwa. Tetapi kalau cuma dipandang dari sisih kelahirannya saja, ya'ni pada wujudnya benda-benda itu, sudah tentu banyak hal yang bikin hati kita tidak suka (seneng) atau tidak
--- 438 ---
sesuai dengan keinginan atau hawa nafsu kita, di situlah mulai adanya rasa pisah, cerai-berai, bermusuhan, berebut pendirian, pendek kata dunia lantas jadi keadaan yang tidak orde, tidak turut, tidak beraturan, akhirnya kerusakan.
Sebab itu marilah kita buka hidup kita itu, supaya ia dapat membabarkan kenyataannya, menjadi handeling kita untuk kesejahteraan dunia dan keselamatannya segala makhluk, dengan jalan menyucikan hati serta menaklukkan nafsunya badan-badan. Dengan begitu hidup semakin jadi balig dan kuasa membuka segala perhinggaan yang membatasi atau mengurung dia, kemudian ia dapet mengalir sebagai kali yang berjalan ke lautan. Keluarkanlah hidup itu dari dalam rumah penjaranya segala kepercayaan dan dogma-dogma, sehingga ia berani dan kuasa berjalan sendiri dengan merdeka, tidak lagi-lagi misti terbungkus dalam beberapa bladzijde dari berbagai-bagai pelajaran atau stelsel-stelsel, sehingga kita ta' dapat bernapas dalam hawa kenyataan, yang akan membuka pintu sampai ke kerajaan bahagia dan kemuliaan baka.
T.S.
__________
BARANG BAIK.
Barang yang sudah diakui sendiri baiknya, itulah harus dapat mematutkan pada barang yang baik itu untuk menjadi perhiasan atau pakaiannya. Ertinya tidak cuma baik diluar saja, tetapi hendaklah baiknya tadi sehingga dapat menembus sampai pada hatinya. Barangnya suci, hatinya yang memakai juga suci, itulah nama sesuai atau laras semuanya, sebagai permata brilliant yang ditatahkan dengan emas. Siapa yang melihat tentu tertarik hatinya, tra-usah ia buka suara sepanjang lebar, orang sudah dapat menyaksikan sendiri kebagusannya. Dengan begitu, maka orang tadi ta'kan menghinakan pada barang yang dianggap baik dan yang dipakainya itu. Inilah propaganda yang lebih manjur, daripada mencela-cela lain fihak, tetapi badannya sendiri masih seperti gaok. Lihatlah pepatah di dalam Bijbel: "Betapa engkau dapat membuang sampah yang ada di matanya sudaramu, kalau balok yang terselip dimatamu, belum engkau buang".
Memang benar, kalau hati itu masih ada sampahnya (kotor), belum disucikan, maka petanglah penglihatan batinnya (rasanya), sehingga ia belum dapat membedakan antara yang nyata dan yang dusta serta yang salah dan yang benar, kerana segala yang dilihatnya itu cuma aanzicht kasar yang boleh diraba dengan kira-kira saja, ta' sampai menembus pada rasanya yang sejati. Sebab itu maka segala tuduhannya atau celaannya, yang menjalankan lain orang, itu cuma boleh disamakan dengan apa yang termaktub dalam Surat "Wedatama", vers pangkur: "si pengung nora nglegewa | sangsayardha dènira cêcariwis | ngandhar-andhar angêndhukur | kandhane nora kaprah| saya elok alangka longkanganipun | si wasis waskitha ngalah | ngalingi marang si pingging" || Orang yang begitu macem, cuma ada harga dijawab: "Lakum dhinukum waliyadhin".
Delima.
__________
--- 439 ---
PENGATAHUAN THEOSOFIE.(10)
Salinan dari buku Karma, karangan j.m. Dr. A. Besant.
KARMA.
Ini katentuan, yaitu "Keadilan Sampurna yang memerintah dunia" itu mendapat sokongan dalam makin bertambah-tambahnya ilmu (pengetahuan) dari jiwa yang membuka kekuasaannya; sebab sekedar ia melangkah maju dan mulai mengetahui di alam-alam yang lebih tinggi, dan memindahkan pengetahuannya itu ke kesadarannya di waktu berjaga, maka disitulah kita belajar dengan katentuan-katentuan (pengatahuan) yang semangkin bertambah-tambah dan yang demikian itu sudah tentu dengan kesukaan yang bertambah besar, yang itu Goede Wet bekerja dengan kecermatan (titi) dan kesungguhan yang ta' dapat tersesat lagi atau ta' dapat menyimpang lagi. Ia punya perantaraan-perantaraan (jiwa-jiwa) menggunakan ia (Wet) dengan pengartian yang ta' berkurangan, dengan kekuatan yang ta' dapat dikurangkan dan yang demikian itu sudah tentu semua tadi lantas beraturan (turut) dengan dunia dan dengan ia punya jiwa-jiwa yang bergulet. Sebab itu lantas berbunyilah di sepanjang gelap gulita (ertinya di seluruh dunia T.S.) suara yang berdengung: "semua beraturan (bagus)" dari jiwa-jiwa – penjaga, yang memegang obornya kebijaksanaan Tuhan diseluruh jalan-jalan yang gelap dari kita manusia punya kota. (maksudnya menusia punya kota atau negeri, ya'ni tiga alam: dunia, astraal dan mentaal-gebied. T.S.).
Satu dari pada dasar-dasar (asal mula-mula) dari hasil pekerjaan Wet itu, kita dapat tahu dan pengetahuan ini akan membantu (menolong) kita buat mencahari (menyelidiki) dan mengerti sebab-sebabnya dan kejadiannya.
Kita sudah mengetahui bahwa fikiran-fikiran itu menjadikan watak (tabeat), hendaklah kita mengerti lebih jauh bahwa perbuatan-perbuatan itu membikin Omgeving (keluarga dan tetangga yang mengelilingi kita).
Disini kita perlu membicarakan juga tentang dasar atau mula-mula bagai umumnya orang yang menyebabkan amat luasnya kejadian dan baik juga bahwa hal ini diterangkan sementara yang perlu-perlu saja. Oleh ia punya perbuatan, berpengaruhlah manusia itu pada tetangganya di ini dunia, ia menyebar kebaikan disekelilingnya atau menyebabkan sangsara, dan menambah jumlahnya keselamatan manusia. Ini perbuatan yang menambah atau merugikan kebruntungan, bisa terdapat pada macam-macam sebab yang amat berbeda-beda – baik, jahat atau tercampur. Orang bisa melakukan sesuatu perbuatan yang memberi kebruntungan begitu luasyang terbit dari budi dermawan yang suci,
--- 440 ---
dari sesuatu kerinduan hati buat bikin kebruntungan (kebaikan) pada ia punya sesama makhluk. Hendaklah kita katakan saja, bahwa ia itu mendermakan sebuah park (taman atau kebon) pada sebuah kota, yang segala penduduk dari itu kota bisa ambil kegunaannya atau kefaidahannya itu taman dengan cuma-cuma (vrij); seorang lain pula dapat juga berbuat yang semacam itu dari mau memperlihatkan kebaikannya, yaitu tertarik dari keinginan supaya mendapat pujian dari orang banyak buat menghargai kebaikannya itu, (atau lebih teges perbuatannya yang dermawan itu buat membeli satu titel, supaya ia dapat gelaran dari orang banyak "bangsa dermawan atau orang baik-baik," enz.); seorang lain lagi bolehnya memberikan park itu terbit dari sebab-sebab yang campuran, sebagian onzelfzuchtig sebagian pula zelfzuchtig. Ini sebab-sebab akan berpengaruh yang berbeda-beda pada wataknya tiga orang itu dalam mereka punya penjelmaan di depannya, untuk memperbaiki, menurunkan atau jadi kejadian-kejadian yang kecil. Tetapi kejadiannya perbuatan, yang menyebabkan bahagia bagai sesuatu jumlah yang besar dari orang-orang itu, tidak tergantung pada sebab-sebabnya si pemberi: itu orang-orang sama rata merasai sedapnya (senangnya) taman itu, dengan tiada menanyakan apa sebabnya ia bikin itu; dan ini kesukaan yang berutang budi pada perbuatannya si pemberi itu, menuntut sesuatu hak karma pada Natuur untuk si pemberi yang berjasa itu, dan jasanya itu akan dibayar dengan kecermatan. Ia (si pemberi) akan menerima sesuatu stoffelijkomgeving yang menyenangkan atau subur sebab ia telah memberikan (mendermakan) kesukaan duniawi (stoffelijkgenot) yang mashur, dan ia punya korban dari kekayaan duniawi itu akan membawa ia punya pahala yang sepadan dengan jasa itu kepadanya, yaitu buahnya karma dariia punya perbuatan. Inilah ia punya hak; tetapi tentang ia punya perihal adat lembaga, yaitu hasil yang ia petik dari pada kekayaan dan omgevingnya, itu pada galibnya tergantung pada ia punya watak (tabeat), dan disini ia beroleh pahala yang patut juga, oleh kerana tiap-tiap biji itu mengandung ia punya hasil sendiri-sendiri.
Dienst, yang diberikan dalam sasuatu kehidupan dalam sepenuh-penuhnya tempo, itu sebagai kejadian dalam kehidupan dimukanya akan membawa hasil kesempatan-kesempatan yang lebih luas untuk dienst; begitu orang yang ada didalam sebuah kalangan yang terlalu sempit yang menolong tiap-tiap orang yang ada di jalannya, dalam kehidupan di mukanya akan dilahirkan dalam hal ikhwalnya keadaan yang mempunyai kesempatan besar dan amat luas, untuk memberi pertolongan padanya buat bisa nyatakan kemauannya itu jadi perbuatan, dapat menolong dengan tiada kecewanya.
Dan juga itu kesempatan-kesempatan yang disia-siakan (tidak digunakan) kelihatan pula sebagai perbatasan-perbatasan pada halangan-halangan dari perkakas dan laksana nasib (onfortuinlijkheden) di dalam omgeving. Begitu umpamanya utek etherisch dubbel hendak menyebabkan atau menjadikan utek jismanie yang tidak sempurna; setiap Ego hendak merencanakan kemauan atau maksud
--- 441 ---
apa-apa yang dituju, maka ia ta' dapat mengerjakan itu kerana kekurangan kekuasaan (kepandaian), atau kalau hendak mengerti sesuatu pendapatan, maka ia ta' kuasa menyitak fikiran itu dengan terang pada uteknya. Itu kesempatan-kesempatan yang disia-siakan tadi berubah menjadi keinginan-keinginan yang kecewa; jadi keinginan-keinginan yang urung, ta' dapat dikerjakan; menjadi keinginan-keinginan mau menolong, tetapi semua itu terputus oleh ketiadaan kekuasaan buat nyatakan pertolongan itu, baik oleh kepandaian yang kurang cukup, maupun oleh kekurangan kesempatan (tempo).
Dasar yang semacam itu acapkali bekerja juga dalam mencabut tumbuhnya (bertunasnya) biji pemeliharaan yang lemah lembut pada kanak yang tercinta sebagai jantung hatinya atau dipuji-puji seperti berhala yang dicintanya. Jika sesuatu Ego menganiaya atau ta' perdulikan pada seseorang, yang ia telah berutang kecintaan dan perlindungan padanya, atau jasa yang bagaimana juga, maka Ego itu akan banyak kejadiannya diperhubungkan yang lebih rapat dengan orang yang dianiaya itu dan tentu lemah lekatnya sama itu orang, oleh karena ketika hidupnya yang dulu ta' perdulikan pada kecintaannya atau jasanya. Keluarga miskin yang dihinakan bisa muncul lagi sebagai ahli waris yang terlalu dihormati, dicinta serta dipuji-puji, jadi anak tunggal lelaki (de eenige zoon), dan kalau orang tua tadi ditinggal mati anaknya lelaki yang cuma seorang doang itu, mereka lalu bersedih hati dan mengeluh kesah tentang "tidak adilnya yang Maha Kasih," yang telah mencabut nyawa anaknya yang menjadi pengharapan mereka itu; sedang anak-anak dari tetangganya yang begitu banyak, tidak ada seorang yang mati. Biarpun orang yang menyangka yang demikian, toh karma selamanya tentu adil, walaupun tidak mudah diketahuinya akan keadilannya itu, melainkan untuk orang yang telah terbuka mata kebijaksanaannya.
Anak-anak yang mulai dilahirkan sudah dengan cacat itu disebabkan dari sesuatu cacatnya etherisch dubbel dan menjadi ia punya hukuman selama hidup untuk durhakanya yang hebat (terlalu) melanggar wet atau membikin luka (kerugian) pada lain orang. Semua kejadian ini yang disebabkan dari kesasarnya (kekliruannya) Ego, dari tra' perduliannya, dan kekurangannya, menyebabkan dewanya karma terpaksa membikinkan modelvorm dari etherisch dubbelyang cacat juga, menurut resepnya ego sendiri, dan badan jismaninya pun juga akan menurut saja sama contonya (modelvorm), ya'ni mulai lahir sudah dengan cacat.[1] Dan juga dari keadilannya Wetsbestuur dari dewanya karma, ego yang demikian itu dilahirkan diantara keluarga yang mempunyai penyakit pusaka (familiekwaal), dalam mana diberinya warisan penyakit darikeluarga itu dan yang membawa masuk "plasma yang ta' berkeputusan," yang geschiktbuat berkembangnya biji asalinya sendiri.
--- 442 ---
Berkembangnya kekuatan seni (artistieke vermogens) – buat mengambil sesuatu macam perangai lain – itu akan disambut oleh dewanya karma dengan mengadakan sesuatu modelvorm dari etherisch dubbel, yang untuk stoffelik-nya boleh diperbuatnya zenuwstelselyang halus, dan acapkali tertuntun pada sesuatu keluarga, dalam mana kekuatan yang indah (seni), yang telah dikembangkan oleh ego, telah mendapat tempat untuk dilahirkan disitu, yang tempo-tempo sampai turun-temurun. Buat melahirkan sesuatu tabeat (sifat), umpamanya kepandaian muziek,itu perlu pakai (mempunyai) badan jismani yang ajaib, yaitu pendengaran dan pengrasaan jismani yang halus dan buat kehalusan yang begitu rupa berhajat sekali untuk mendapat tempat dalam sesuatu keluarga yang ahli hal itu juga.
Buat membuktikan semua jasa-jasanya pada kemenusiaan, seperti amalnya dari sesuatu atawa lainnya perbuatan baik, menulis buku-buku pelajaran atau khotbah, menyiarkan cita-cita mulia dengan tulisan (penna) dan dengan lidah (bicara), itulah mempunyai hak atas wet, buat dibalas kombali jasanya itu, yang akan dilakukan oleh dewanya karma dengan titi. Pertolonganyang ternyata demikian itu kombali sebagai pertolongan sebangsa budi pekerti dan kebatinan (Verstandelijke engeestelijke bijstand) yang menyukupi dia dengan beres (sepadan dengan jasanya).
Demikian kita dapat mengerti dasar-dasarnya pekerjaan karma yang begitu lebar, tentang beda-bedanya lakon yang dimainkan oleh dewanya karma dan oleh ego sendiri atas takdirnya ikwezen atau satu-persatunya orang menusia hidup di ini alam. Itu ego membawa masuk segala bouwstoffen, tetapi itu bouwstoffen dikerja oleh dewanya karma atau oleh ego menurut tabeatnya (sifatnya) masing-masing, ya'ni ego membuat perangai (watak), berkembang menurut tingkatan kemajuannya, tetapi dewanya karma membuat bangunnya (citakannya) yang terbatas, memilihkan omgevingdan mematutkan seumumnya dan menyelesaikan (dengan membalas kombali yang sepadan dengan perbuatannya ego. T.S.), supaya itu Goede Wet dapat membabarkan ia punya keadilan yang ta' ada kecewanya, meski seberapa jauh kemauan manusia yang melanggar wet itu.
Akan disambung.
__________
--- 443 ---
KIMIYA-US-SA'ADA.
Oleh: MOHAMMAD GHAZALI.
(Salinan dari kitab Perzie, oleh Bay Nath Singh).
(5).
Fatsal 2.
ILMU TUHAN (KENNIS VAN GOD).
1e. Barang siapa mengetahui dirinya sendiri, itulah mengetahui Tuhan juga. Diri (Sang Pribadi) itulah cermin ibaratnya, hal mana apabila mengetahui diri itu, pun akan dapat mengetahui Tuhan juga.[2] Sedang beberapa orang sama mengetahui diri, tetapi ta' dapat mengetahui Tuhan, maka disini perlulah kiranya diterangkan lagi jalannya akan dapat mengetahui pula. Itu ada dua jalan, yang pertama itu ghaib, tak mudah buat sembarang orang (orang biasa), dan sukar diterangkan. Sedang satunya yang lain itu mudah diterima saben orang, dan jalan itu tadi berdasar pendapatan (idee), yang orang dapat mengetahui akan keadaan Tuhan dan wataknya (sifatnya), dengan jalan mengetahui keadaan dan wataknya (sifatnya) sendiri.
2e. Keadaan Tuhan (Het Goddelijk Bestaan). Tiap-tiap orang itu mengetahui tentang adanya dirinya sendiri. Tetapi bagaimanakah ia itu sebelumnya lahir? Yaitu biji hidup, sama rata, dan belum mempunyai pengerti,- sedang indriya, badan, urat-urat, kaki, kulit, semua itu terbelakang jadinya. Sekarang ada pertanyaan begini: apakah biji hidup iku kekal adanya? atau apakah kejadian (makhluk) yang tinggi (mulia) itu masih kekal adanya selama dalam dijadikannya? Pendugaan bahwa badan yang telah bersedia (lengkap) itu tak dapat mengadakan seutas rambut, demikian juga biji hidup pun ta' dapat jua,- itulah menuntun orang dari pengetahuan keadaannya sendiri kepada keadaan Tuhan. Memeriksa tentang kelahiran dan kebatinan dari perkakasnya menusia, itu dapat menjadi lantaran menolong orang pada kenyataannya kekuatan indah dari Khalik (Yang Menjadikan), yang memang nyata kuasa menjadikannya akan apa saja dimaukannya. Membikin laras atau turutnya pekerjaan dari macam-macamnya bahagian badan dan tabeatnya cipta (fikiran) supaya mengumpul dalam punt atau pusatnya tujuan (contemplatie), itu akan dapat menuntun orang mengetahui pada keindahan kebijakanNya ... Kalau menyelidiki akan keperluan manusia, pun dalam hal ihwalnya kejismanian juga, yang menyebabkan dapat bertemuan (diri dengan Tuhan T.S.), maka orang akan mengetahui pada besarnya penghampuraNya.
--- 444 ---
3e. Tuhan yang ta'berbatas itu dapat dilihat dengan kebakaan jiwa yang ta'berbatas juga (Absoluutheid v/d Ziel). Tahunya akan kebakaan jiwa itu dengan menaklukkan cipta yang memakai batasan dan antara. Orang dapat mengetahui bayangan jiwanya (illustratie v/d Ziel), menurut seberapa halnya orang itu menaklukkan ciptanya, disitu akan mengetahui Sang Pribadi (jiwa) yang zonder wujud dan zonder batesan ... Menyaksikan akan kebakaan jiwa dan dapat menaklukkan cipta tadi hingga menjadi kekuatan besar dan tinggi, disitulah orang akan dapat mengetahui kebakaan Tuhan ... Sebagaimana halnya jiwa memerintah pada bahagian badan itu zonder pertolongan lain perkakas–sebagaimana keadaan yang memakai perbatasan itu ta' dapat memuat yang ta'berbatas–demikianlah juga hal ihwal Tuhan memerintah segala kejadian (makhluk) ini, zonder perantara yang terbatas oleh tempat. Rahsianya kebakaan itu ta' dapat dikira-kirakan, kalau tiada dengan menguraikan kenyataan kodrat dan pekerjaan jiwa, yang terbit dari sifat tahu (ilmu) Tuhan.
4e. Memerintahnya Tuhan pada segala makhluk (kejadian). Pengetahuan ini disebut pengetahuan (ilmu) tentang afal (pekerjaan) Tuhan, sebagaimana yang telah tersebut diatas tadi disebut ilmu tentang kodrat (khalikah) dan wataknya (sifatnya) Tuhan. Sedang yang menjadi kuncinya (untuk membuka) itulah ilmu diri (zelf kennis) atau mengetahui dirinya sendiri, ya'ni kesanggupan yang pertama tentang halnya mengetahui diri dan segala rupa perhubungan atas pekerjaannya. Umpamanya: engkau menulis kalimah "Bismillah" (atas Asma Allah) diatas sehelai kertas, yang pertamakali engkau bentang dalam kemauan (keinginan), lantas membangkitkan khalbu atau hati (bukan hati jantung di dalam badan)[3] dalam mana ada kekuatan yang mengalir dari hati ke fikiran[4],- ya'ni kekuatan yang ada dalam kehidupan jismani (stoffelijkleven), yalah kendaraan kahengetan (gewaarwording) serta pekerjaannya, pun khewaninya jiwa juga (dierlijke ziel) yang dapat rusak–disitu bayangan kalimat "Bismillah" terlukis dimana utek, yang menjadi perkakasnya kekuatan untuk membayangkan (voorstellingsvermogen), lantas ditrimanya oleh urat yang berhubungan dengan jari, sebagai alat yang menulis. Itu jari lantas menggerakkan kalam (penna) dan lalu menulis kalimat "Bismillah", menurut sebagaimana yang telah terlukis dalam utek, dengan perantaraan indriya, lebih pula mata. Seperti yang sudah diterangkan itu, pun dalam hal yang lain-lain juga, teranglah apabila kemauan (wil) itu yang terjadi lebih dulu. Setelah itu, kemauan lantas menggerakkan hati, yang lantas berhubungan pada lain perkakas, demikianlah juga akan iradat (wil) Tuhan tentang halnya bertahta (ADA) dalam alam yang ke IX – 'Arsh – lan---- 445 ---
tas adanya makhluk (kejadian) lain-lainnya. Sebagaimana anasir itu sama dengan uwabnya ys ibaratnya, yang berjalan dari uratnya hati pada utek, demikian juga akan hal tajamnya kekuatan Tuhan atau Roh Suci (Heilige Geest), yang mengalir dari alam ke IX ke alam yang ke VIII – Kurshi.[5] Seperti lukisan kalimat "Bismillah", yalah kemauan yang menuntun pada bekerjanya anggota badan, itu pertama kali terjadi dalam utek, demikian juga akan halnya bayangan-bayangan atau gambaran-gambaran dari segala yang akan terjadi di segala semista Alam (Heelal), pertama kali terjadi dalam Peringatan Baka (Onvergankelijke Aanteekening) atau rencana yang diperlindungi (beschermdeTafel), ialah Lauhilmahfuld.[6] Seperti pekerjaan di dalam utek, itu menggerakkan urat-urat (spieren) dan urat-urat ke jari, jari lantas mengambil kalam, demikianlah keadaan makhluk halus atau semua malaikat juga, akan halnya terpilih (diutuskan) menggerakkan alam-alam dan bintang-bintang dari alam yang ke IX dan VIII, demikian pula hal mereka mengaruhi rasa-pengrasaan (gemoedstemming) dan anasir (elementen) dengan metheoor serta sinarnya. Laksana kalam (pena) yang dibuat menulis huruf "Bismillah" dengan tinta, dan didalamnya menulis dengan diketahui oleh mata, demikianlah halnya rasa-pengrasaan juga bolehnya menggunakan anasir, anasir ke segala bagian kecil-kecil (molekulen), untuk menjadikan tumbuh-tumbuhan dan lain-lainnya wujud, yang dalam menjadikannya itu dibantu oleh sekalian malaikat. Sebagaimana tulisan "Bismillah" itu cocok keadaannya dengan lukisan di dalam utek, demikianlah halnya benda-benda atau wujud-wujud lahir itu sesuai juga dengan lukisan-lukisan atau gambaran-gambaran yang tertera dalam Lauhilmahfuld.[7] Seperti semua pekerjaan itu mula-mula tumbuh didalam hati, demikianlah halnya semua pokok dari pekerjaannya segala makhluk, [ma...]
--- 446 ---
[...khluk,] itu mula-mulanya ada di alam yang ke IX.[8] Sebagaimana yang pertama kali hatimu berasa yang kerja (terkena) lebih dahulu, dan lantas dianggap bahwa bekasnya itu ada dalam hatimu, demikianlah akan halnya Tuhan juga, bolehnya menghidupi segala ini ada di alam yang IX, dan dianggap bahwa IA terus berdiam dalam alam itu. Seperti halmu tentang menaklukkan hatimu dan sengaja membikin teraturnya, setelah engkau dapat menggunakan badan, begitupun juga akan halnya Tuhan menjadikan dan menghidupi Alam yang IX,[9] kuasa memerintahkan segala kejadian (makhluk) ini.
Akan disambung.
__________
FIKIRAN = SANGSI.
(2)
Kalau ada banyak perbedaan pengiraan, maka susahlah buat mengetahui kenyataan.
Mengira baik pada lain orang (husnudhon) itulah satu kewajiban yang dipikulkan oleh agama di punggung kita.
Siapa yang mengira baik pada lain orang, ia itulah seorang yang bahgia.
Siapa yang mempunyai kejahatan didalamnya, berfikir bahwa semua orang itu seperti dia.
Kalau orang mengira baik padamu, usahakanlah pendugaan orang itu, sehingga benar-benar jadi satu kenyataan.
Seorang ahli penyair berkata: "Hendaklah menjadi kebiasaanku mengira baik pada lain orang, sehingga pengalaman itu memberi pelajaran lain rupa padaku".-
Hendaklah hidup didalam katentreman Tuhan, dan jangan takut apa-apa.
Kebanyakan orang itu mengira bahwa dirinya sudah baik, tetapi mereka itu (hal yang demikian itu) mendustai pada dirinya sendiri.-
(ArabischeWysheid).
__________
--- 447 ---
PERHUBUNGANNYA YANG MENGETAHUI, YANG DIKETAHUI, DAN TAHU.
Meskipun yang mengetahui, yang diketahui dan tahu itu satu keadaannya, tetapi jika orang hendak mengerti atau insaf akan dirinya, perlu sekali ia mengetahui perhubungannya yang mengetahui, yang diketahui dan tahu itu tadi, supaya orang tidak salah kira, merasa bahwa yang diketahui itu dirinya, tetapi ia nanti lantas insaf bahwa yang diketahui itu bukan dirinya, tetapi yang mengetahui atau yang sadar itulah dirinya. Kesadarannya inilah yang kita sebut tahu, dan yang menjadi penggandeng antara yang mengetahui dengan yang diketahui.
Yang diketahui itu apa? Yang diketahui itulah gambaran yang terlukis dalam badan fikirannya, ya'ni Verstandsbeelden yang menjadi turunan atau bayangan saja dari Origineelnya gambar-gambar di dalam rasa yang disebut Akashaische Beelden, ialah pengetahuan (ilmu) yang diperoleh dari pengalamannya jiwa, yang telah tersimpan di dalam badan Karanasharira, menjadi bahagian jiwa yang disebut rasa sejati atau semangat-kesadaran jiwa (Bewustzijn). Sebab itu Verstandsbeelden tadi disebut dusta, bukan sejatinya, kerana ia itu cuma gambaran dari bayangan saja, yang ta' dapat membabarkan dengan sempurna, seperti keadaannya rasa itu sendiri yang sebenar-benarnya atau sebulat-bulatnya.
Verstandsbeelden yang bekerja di alam Astraal bagian tinggi, inilah gambar turunan yang sudah kedua kali dari azalinya (asal permulaannya), sebab itu barang tentu saja sudah ada kecewanya (kekurangannya), tidak precies seperti gambar yang pertama kali. Apalagi setelah turun pula di bagian astraal yang rendah menjadi Astraal–Verstandelijke Beelden, ini sudah menjadi gambar turunan yang ketiga kali, terus sampainya dimana utek etherisch, menjadi gambar turunan yang ke empat kalinya, lantas terlukisnya dimana utek jismani, terlahir menjadi perkataan, ini menjadi gambar turunan yang ke lima kalinya. Jadi ilmu atau pelajaran-pelajaran yang dibabarkan dengan perkataan, itu sudah menjadi gambar yang berganda lima kali. Bagaimana kita akan mengerti pada rasanya yang sejati dari pelajaran yang terbungkus didalam perkataan-perkataan yang sudah banyak kecewanya atau dustanya itu, jika kita tidak mengerti akan caranya merasakan sesuatu pelajaran supaya kita dapat menembus sampai rasanya yang sejati? Kalau perkataan-perkataan itu cuma saja telen saja apa adanya, ertinya cuma saya raba dengan kekuasaan fikiran (denkvermogen) yang menjadi Verstandsbeelden saja, tidak sampai menembus pada Akashaische-Beelden, betapa kita dapat insyaf dengan sebenar-benarnya akan rasanya pelajaran itu, kerana yang saya ketahui tadi, ialah gambar yang dusta belaka? Disebabkan Rasa Sejati itu satu, maka jalan untuk menembus sampai pada Rasanya (ilmunya) yang mempunyai pelajaran itu, hendaklah kita persatukan rasa kita dengan rasa orang itu tadi, supaya kita sadar benar-benar akan apa yang dimaukan
--- 448 ---
oleh pelajaran tadi. Begitulah cara kita hendak mengerti akan pelajaran orang-orang arif dan para bijaksana itu supaya kita tidak gegaba sajadan salah kira memaknakan atau mentafsirkan (memberi Commentaar) sesuatu pelajaran suci, atau ilmu-ilmu makrifat dan l.l.s.
Adapun jalan menyatukan rasanya dengan rasa lain orang, itu dengan memerintah fikirannya (juru melukis-lukis yang dusta), supaya ia dapat berenti betul (diam), menurut pada perintah manusianya, disitu kita baru dapat menggunakan rasa kita, atau badan Karanasharira kita (Manas bagian tinggi), dan itu Manas mulai dapat menjadi cermin, yang dapat menangkap segala bayangan-bayangan yang datang dari atas (dalam) dan dari bawah (luar), karena disitulah persatuannya segala gambaran-gambaran yang baka dari ilmu-ilmu yang diperoleh menusia dengan pengalaman, yang diterangi dengan Sinar-Cahayanya Budhi, dalam mana pengetahuan tadi lalu menjadi bahagian ingsun, yang disebut Rasa-Sejati. Adapun bersihnya kaca atawa cermin itu, tergantung pada seberapa jauh atau seberapa banyak kita menucikan hati kita, dari pada segala kekotoran nafsu-nafsunya badan fikiran, keinginan dan badan jismani kita. Lebih besar atau lebih jauh kita dapat menaklukkan hawa nafsunya badan-badan itu, lebih terang pula kita menerima segala rupa ilham (inspiratie) dan insyaf akan diri kita, bahwa ingsun itu nyata sebagian dari pada sinar Tuhan, dan mengerti akan maksud-maksudnya pelajaran-pelajaran yang gaib-gaib yang disembunyikan dalam perkataan-perkataan, yang telah tertulis dalam kitab-kitab suci atau lain-lain surat sebangsa pelajaran kebatinan yang tinggi-tinggi.
Kalau ini kekuasaan fikiran dengan segala hawa nafsunya tadi telah dapat ditaklukkan benar-benar, disitulah segala rupa badan-badan dan indriya yang menjadi perkakas manusianya, betul-betul jadi perantaraan (jembatan) yang dapat melangsungkan karsanya jiwa, buat melahirkan kekuatannya di dunia, untuk menolong kesengsaraan dan kagelapan dunia, dan dapat menjadi jembatan yang menghubungkan rasa persatuannya lain orang atau wujud, disitulah dapat ditemukan sympathienya atau persetujuannya dan persudaraannya, tidak senantiasa cekcok perkara vorm saja, kerana vorm itu tentu berbeda-beda, kalau hendak mengetahui sejatinya, harus dinyatakan sendiri dengan jalan seperti yang tersebut di atas itu adanya.
DELIMA.
__________
--- [0] ---
[Iklan]
--- [0] ---
[Iklan]
1 | § Umpamanya: buta, pincang, cekot, lempoh d.l.l.s. T.S. (kembali) |
2 | § Perkataan diri disini ialah yang dalam Theosophie disebut "Hooger Zelf" atawa manusianya sejati; sedang badan-badan yang menjadi kendaraan manusia sejati, ya'ni badan fikiran (mentaal), badan keinginan dan badan jasmani, inilah diri rendah atau "lager zelf," yang harus ditaklukkan, supaya menurut pada kemudinya Hooger Zelf. (kembali) |
3 | § Ya'ni Khalbu yang berarti "Manas" dengan badan-badannya: Karanasharira dan badan pangarti. (kembali) |
4 | § Ya'ni kekuatan untuk memikir (denkvermogen) yang bekerja dengan perantaraan badan cipta (gedachtie lichaam) di alam psychisch, yang berhubungan juga dengan utek etherisch dan utek jismanie (wadag). T.S. (kembali) |
5 | § Rupa-rupanya lima alam yang terbesar dalam pembagian yang bulat oleh pengetahuan Theosofie, itu oleh Imam Ghazali dihitung sembilan termasuk bagian-bagiannya yang besar. Keterangannya seperti dibawah ini: V. Alam Atma = 'Arsh (atawa oleh lain guru sufi disebut "Hahut") teritung alam yang ke IX. V. Alam Atma = 'Arsh (atawa oleh lain guru sufi disebut "Hahut") teritung alam yang ke IX. IV. alam Buddhi = Kurshi (atau oleh lain sufi disebut "Lahut") teritung alam yang ke VIII. III. Alam Mentaal, ada terbagai 2 susunan yang besar, yaitu bagian rasa (halus) dan wujud (kasar), ini teritung alam yang ke VII dan VI. II. Alam Astraal, terbagai 3 susunan yang besar, yaitu loutering, hel dan donker, ini teritung alam yang ke V, IV, dan ke III. I. Alam Dunia, terbagai jadi 2 susunan yang besar, yaitu ether I-IV dan jismani kasar (grofstoffelijk), ini teritung alam yang ke II dan I. (kembali) |
6 | § Akasha Register. (kembali) |
7 | § Lihat buku Karma karangan Dr. A. Besant, tentang kejadian lukisan fikiran orang, mulai yang disebut AkakshaischeBeelden, lantas jadi Verstansbeelden, lalu Astraal – VerstandelijkeBeelden, terus sambungnya pada utek etherich sehingga utek jismanie kasar. T. S. T.S. (kembali) |
8 | § Ya'ni mula-mulanya Afal Tuhan atau sifat pekerjaan Tuhan (Kodrat = Krachtuitingatau Werkzaamheid) yang telah mengandung juga kedua sifat lainnya, yaitu Iradat (karsa = Wil) dan sifat kebijaksanaan atau sifat Ilmu (Wijsheid). (kembali) |
9 | § Sebagai Wortel-Geest (Pratyagatma) ya'ni Hidup Maha Besaratau Lautan Azali-Abadhi, yang jadi Azalinya segala wujud dan hidup atau yang menjadi dan menghidupi Segala Semista Alam dengan isinya semua. T.S. (kembali) |