/sastra/katalog/judul/judul.inx.php
Babad Sêngkala, British Library (Add MS 12322), 1805, #1046
Katalog #:1046
Jumlah kata:16.285
Babad Sêngkala, British Library (Add MS 12322), 1805, #1046: Citra 1 dari 6
Babad Sêngkala, British Library (Add MS 12322), 1805, #1046: Citra 2 dari 6
Babad Sêngkala, British Library (Add MS 12322), 1805, #1046: Citra 3 dari 6
Babad Sêngkala, British Library (Add MS 12322), 1805, #1046: Citra 4 dari 6
Babad Sêngkala, British Library (Add MS 12322), 1805, #1046: Citra 5 dari 6
Babad Sêngkala, British Library (Add MS 12322), 1805, #1046: Citra 6 dari 6
Koleksi (digital) :
1. Babad Sêngkala, British Library (Add MS 12322), 1805, #1046 (Bagian a). Kategori: Bahasa dan Budaya > Kagunan. Tanggal diunggah: 29-Jul-2024. Jumlah kata: 16.285. Berapa kali dibuka: 1.124.
» Babad Sêngkala, British Library (Add MS 12322), 1805, #1046. Pangkalan-data > Tembang macapat.
Ikhtisar :
Seperti judulnya, naskah ini memberikan kronologi sejarah Jawa yang mencakup setidaknya 207 sengkalan terkait. Sengkalan-sengkalan ini mencakup periode dari sekitar tahun 200 hingga 1736 Masehi.

Naskah ini diawali dengan salinan Sêrat Suluk Luwang sebagai pupuh pertamanya, dan tidak jelas apakah ini dimaksudkan sebagai judul tersendiri, atau sebagai bagian dari Sêrat Babad Sêngkala. Meskipun kenyataannya disatukan ke dalam teks Sêrat Babad Sêngkala ini, tetapi subjeknya berbeda. Sêrat Suluk Luwang ini menyangkut ajaran Sunan Giri dan Sèh Mêlaya tentang perilaku orang hidup (luwang). Diceritakan tentang perilaku baik buruk yang ditujukan kepada generasi penerus, baik tua maupun muda. Barang siapa ingin memperoleh kehidupan yang baik harus mencapainya dengan laku prihatin, mengendalikan diri, dan berperilaku terpuji. Sebaliknya, siapa yang berbuat tidak baik akan menuai hasil yang tidak baik pula. Ajaran ini bisa digolongkan sebagai mistik Jawa atau tasawuf. Untuk perbandingan edisi Sêrat Suluk Luwang ini dengan edisi lainnya, lihat: Wulang Rèh, Langê, Pupuh 12.1–47 (36 dari 55 bait yang mirip); dan Tajusalatin, Anonim, Pupuh 16.1–65 (48 dari 55 bait yang mirip).

Setelah pupuh awal ini, penulis menyediakan tabel kata-kata kronogram, berjudul "Punika Wêwinihing Căndra" (Ini adalah penjelasan tentang Sangkala), yang diambil dari Sêkar Agêng Kusumawicitra (lihat: Sêkar-sêkaran, Padmasusastra, hlm. 354), sebuah meteran Jawa kuno yang menurut Sêrat Cênthini merupakan bagian dari Layang Candragêni yang digubah oleh seorang pujangga bernama Mpu Wilasaya atas permintaan Prabu Widhayaka (Aji Isaka) dari Purwacarita (Cênthini, Kamajaya, Pupuh 52.1–3).

Kemudian, naskah Sêrat Babad Sêngkala ini dimulai dengan deskripsi tentang terbentuknya Jawa, termasuk kedatangan Ajisaka ke Jawa, kemunculan Nabi Muhammad dan Islam, serta mitologi tentang asal-usul daerah dan gunung (Matêngga, Brama, Prawata, Pandhan, Marapi, dll.) di dalam dan sekitar Jawa. Juga dijelaskan pembangunan candi (Maling, Kalibêning, Sèwu, dll.), kerajaan Majapahit dan wilayah sekitarnya (Bêlambangan, Pasurabaya, Pathi, Kadhiri, dll.), serta nama pandita dan tokoh terkait kerajaan. Untuk periode awal ini, kronogram kadang-kadang tidak jelas dan tidak sepenuhnya kronologis. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan periode waktu yang terkait dengan pembangunan situs kuno dan legenda mitologis yang mengelilingi perkembangan awal ini, dan penulis naskah kurang memiliki data. Meskipun demikian, upaya untuk menjelaskan angka tahun dimaksud telah dilakukan, termasuk mengonversi kronogram ini ke dalam padanan Masehi masing-masing.

Sebaliknya, mulai akhir abad ke-15, setelah jatuhnya Majapahit dan peralihan kekuasaan ke Demak lalu Pajang, serta pendirian Mataram pada paruh kedua abad ke-16, penulis menyisipkan kronogram secara lebih teratur dan jelas. Hal ini mungkin karena diikuti garis sejarah yang lebih diketahui, dengan peristiwa-peristiwa yang mengikuti satu sama lain selama peperangan suksesi yang berlanjut. Kronogram ini dengan cerdik disisipkan dalam gatra-gatra puisi tembang macapat, yang mencakup periode sekitar 150 tahun, sambil menggambarkan banyak peristiwa politik dan peperangan pada masa itu sebelum penandatanganan perjanjian damai (Giyanti) pada pertengahan abad ke-18.

Meskipun tanggal-tanggal peristiwa yang diberikan memerlukan analisis komparatif dengan sumber lain untuk menentukan keakuratannya, kemampuan penulis untuk menceritakan kisah dan menyisipkan lebih dari 207 kronogram dalam total 293 bait (yakni: Pupuh 2–4) sangat mengesankan. Selain itu, penulis berhasil mempertahankan tingkat akurasi yang tinggi dalam aturan tembang macapat, yang menempatkan naskah ini sebagai pencapaian sastra yang penting.

Naskah Babad Sêngkala termasuk Sêrat Suluk Luwang terdiri dari 4 pupuh, 348 bait, 3.302 gatra, dan sekitar 11.557 kata (berdasarkan bait). Pupuh 3 dan 4 menggunakan metrum Dhandhanggula yang sama, dan tidak jelas mengapa penulis memisahkan keduanya. Naskah ini dijilid bersama dengan cerita lain, yaitu Sêrat Wiwaha, yang transkripsinya telah dikatalogkan secara terpisah (lihat: Sêrat Wiwaha). Folio dari bagian Sêrat Babad Sêngkala ini dijilid dan didigitalkan terbalik, sehingga dimulai dari f. 39v dan berakhir di f. 2v. Dalam transkripsi ini, penomoran halaman tidak diubah tetapi facsimile digital telah dibalik secara vertikal. Babad Sêngkala kemungkinan besar ditulis pada waktu yang sama dengan Sêrat Wiwaha yang bertanggal 26 Jumadilakir AJ 1732 (21 September 1805). Meskipun terdapat beberapa kata yang tidak jelas dan tampaknya berasal dari dialek tertentu, naskah ini kemungkinan berasal dari daerah pedalaman Jawa Tengah atau Jawa Timur. Seperti disebutkan sebelumnya, Sêrat Babad Sêngkala adalah karya sastra yang penting.
Memuat :

Deskripsi

Judul
Dalam:Sêrat Babad Sêngkala
Tipe:Naskah
Bentuk:Tembang
Bahasa:Jawa
Aksara:Jawa
Jilid
Halaman:38 (ganda)
Sumber
Katalog:British Library Add MS 12322 Digital
Penomoran:76 faksimili digital: ff. 39–2 (dijilid terbaik)
Digitalisasi
Tanggal:2024-06-01
Sumber dari:British Library Add MS 12322 Digital
Pemindaian:British Library
Pengalih­aksaraan:Yayasan Sastra Lestari
Pengetikan:Yayasan Sastra Lestari