/sastra/katalog/judul/judul.inx.php
Sêrat Wiwaha, British Library (Add MS 12322), 1805, #1047 | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Katalog # | : | 1047 | ||||
Bagian dari | : | Babad Sêngkala, British Library (Add MS 12322), 1805, #1046 | ||||
Jumlah kata | : | 11.858 | ||||
Koleksi (digital) :
| ||||||
Ikhtisar : Sêrat Wiwaha berisi cerita/lakon wayang purwa, sering disebut juga Lakon Mintaraga, atau Begawan Ciptoning. Ditulis oleh abdi dalêm Wăngsayuda dalam tembang macapat pada tanggal 26 Jumadilakir AJ 1732 (21 September 1805). Secara ringkas ketika di Kahyangan tempat para dewa diserang oleh raksasa utusan Raja Niwatakawaca dari Ima-imantaka oleh karena lamaran rajanya ingin menikahi Dewi Supraba ditolak. Para dewa kalah perang, akhirnya utusan dijanjikan akan dipenuhi permintaannya, tetapi sebetulnya janji itu hanya upaya tipu muslihat yang tidak diketahui oleh patih utusan Niwatakawaca. Saat bersamaan para dewa ingin minta bantuan kepada Arjuna yang sedang bertapa, walau dengan susah payah dengan berbagai cara untuk membangkitkan tapa Sang Arjuna, akhirnya berhasil, dan Arjuna yang sudah sebagai Begawan Mintaraga menyanggupi.Di tempat lain, ketika patih Mamangmurka lapor kepada raja Niwatakawaca bahwa lamaran disetujui diterima dan akan dilaksanakan pernikahan besok hari "Anggara Kasep, bulan Jumadilawas," seketika marahlah sang raja bahwa hari dan tanggal yang dimaksud adalah tidak pernah ada dan tahu jika ditipu oleh dewa. Berangkatlah raja Niwatakawaca menyerang dewa. Tidak satu pun dewa yang mampu menandingi, semua kalah termasuk Sang Begawan Mintaraga. Akhirnya dengan cara Dewi Supraba yang pura-pura mau diperistri Niwatakawaca, dengan syarat diberitahu rahasia titik kelemahan Sang raja agar suatu saat sebagai isteri akan selalu bisa menjaga rahasia tersebut. Ternyata Sang Raja memiliki ajian yang sangat ampuh yakni musthika kumala pêthak yang berada di lak-lakan (tenggorokan mulut), dan itu akan menjadikan kematian jika terkena senjata. Mendengar hal tersebut, segeralah Sang Mintaraga melepaskan anak panahnya tepat di mulut Sang Niwatakawaca ketika sedang tertawa lebar gembira merasa bahwa Dewi Supraba sudah mau diperisteri. Sang Raja Niwatakawaca mati, Arjuna dianugerahi oleh Dewa menjadi Raja di Kahyangan dengan gelar Sang Karithi dan memperisteri Dewi Supraba, juga para bidadari lain (Dewi Ulupi, Irim-irim, Tunjungbiru, Manuhara, Gagar Mayang, dan leng-leng Mandanu). Naskah Sêrat Wiwaha ini terdiri dari 8 pupuh, 316 bait, 2.816 gatra dan sekitar 10.719 kata (berdasarkan bait). Bahasanya cukup sulit, karena banyak kata-kata yang asing. Dikatakan asing karena kata-katanya tidak ditemukan dalam kosakata bahasa Jawa kuno atau pun Jawa baru, sehingga dimungkinkan merupakan bahasa dialek pengarang. Meskipun terdapat perbedaan dalam beberapa kosakata, dan mengingat bahwa konten naskah ini berasal dari cerita Jawa kuno, penulis tampaknya sangat menguasai tembang macapat Jawa modern. Dengan demikian, naskah ini menunjukkan bahwa karya tersebut telah berkembang melampaui transisi dari sastra Jawa kuno ke sastra Jawa modern. |
Deskripsi
Judul | ||
Dalam | : | Sêrat Wiwaha utawi Mintaraga |
Lain | : | WIWAHA A legend of Arjun in modern Javanese |
Tipe | : | Naskah |
Bentuk | : | Tembang |
Bahasa | : | Jawa |
Aksara | : | Jawa |
Penyusun | ||
Peran | : | Pengarang (Sêratanipun) |
Nama | : | Wăngsayuda |
Kedudukan | : | Abdi dalêm |
Tanggal | : | Tumpak (Sêtu) Paing nêmlikur (26) Jêmadelakir (Jumadilakir) He (Ehe): netra tri saptaningrat (AJ 1732). Tanggal Masehi: Sabtu 21 September 1805 |
Jilid | ||
Halaman | : | 30 (ganda) |
Sumber | ||
Katalog | : | British Library Add MS 12322 Digital |
Penomoran | : | 60 faksimili digital: ff. 40–69 |
Digitalisasi | ||
Tanggal | : | 2024-06-01 |
Sumber dari | : | British Library Add MS 12322 Digital |
Pemindaian | : | British Library |
Pengalihaksaraan | : | Yayasan Sastra Lestari |
Pengetikan | : | Yayasan Sastra Lestari |